Bisnis.com, JAKARTA - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menceritakan kesulitan yang dihadapi pada saat tahap awal pengembangan Vaksin Merah Putih.
Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, mengatakan pada saat awal pandemi, Indonesia belum memiliki tim riset yang berpengalaman dalam pembuatan vaksin Covid-19. Hal tersebut membuat pengembangan Vaksin Merah Putih sempat mengalami kesulitan.
"Saya terus terang saja ya, Vaksin Merah Putih itu memberikan pembelajaran yang sangat bagus. Waktu itu saya baru tahu bahwa tidak ada satu pun tim riset di Indonesia yang pernah bikin vaksin," kata Handoko pada konferensi pers di kantor BRIN, Jakarta, Jumat (10/2/2023).
Kendati demikian, Mantan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu mengatakan saat ini pemerintah telah membiayai pengembangan vaksin oleh tujuh tim. Saat ini, tim dari Universitas Airlangga telah menyelesaikan produksi Inavac alias Vaksin Merah Putih.
Lebih lanjut, Handoko mengungkapkan kesulitan yang dialami BRIN dan sejumlah pihak lainnya dalam pengembangan Vaksin Merah Putih, yakni nihilnya infrastruktur yang dibutuhkan untuk memproduksi vaksin. Menurut Handoko, hal itulah yang menghalangi perusahaan farmasi dalam negeri belum bisa memproduksi vaksin.
"Jadi tidak heran kenapa perusahaan farmasi kita tidak pernah mengembangkan vaksin sendiri, selalu beli lisensi. Pertama, tidak ada orangnya. Kedua, infrastrukturnya tidak ada," ujarnya.
Kini, Handoko mengatakan sudah banyak kemajuan di bidang riset farmasi. Indonesia sudah memiliki Pusat Riset Vaksin dan Obat di bawah BRIN, yang berlokasi di Cibinong, Bogor, Jawa Barat.
Sebagai informasi, setelah melakukan serangkaian pemeriksaan, BPOM memberikan izin edar darurat atau emergency use authorization (EUA) untuk Vaksin Merah Putih. Nama resminya kini adalah Inavac. Vaksin tersebut mengantungi sertifikat EUA per 1 November 2022 dan bisa digunakan oleh mereka yang berusia 18 tahun ke atas.
Siaran pers Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan bahwa sertifikat EUA itu dikeluarkan setelah dilakukan evaluasi terhadap aspek khasiat (efikasi), keamanan (safety), serta mutunya yang mengacu pada standar dan prosedur cara pembuatan obat yang baik (CPOB).
Vaksin itu sendiri dikembangkan oleh Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, yang bekerja sama dengan PT Biotis Pharmaceuticals Indonesia (PT Biotis) dari Bogor.
“Dengan pertimbangan terhadap aspek keamanan, efikasi/imunogenisitas, dan pemenuhan CPOB, maka vaksin Inavac telah disetujui dengan indikasi sebagai imunisasi aktif untuk pencegahan Covid-19 yang disebabkan oleh SARS COV-2 pada individu berusia 18 tahun ke atas,” ujar Kepala BPOM RI Penny K Lukito, Jumat (4/11/2022).